Sebagian
mufassirin menjelaskan bahwa sarana yang dapat digunakan untuk
menjadikan al-Qur’an sebagai penambah iman adalah dengan memfungsikan
tiga unsur dalam tubuh kita:
Lidah
yang sudah fasih dan lancar membaca al-Qur’an akan lebih mudah
berinteraksi dengan al-Qur’an daripada lidah yang masih kaku dan
terbata-bata ketika membaca al-Qur’an.
Bagaimana ia akan mentadabburkan kandungannya kalau membaca saja masih belepotan dan susah payah?
Namun
bacaan yang sudah baik saja belum jaminan memberi manfaat kepada
pembacanya, sehingga akal berfungsi dengan baik yaitu paham terhadap apa
yang dibaca. Bukan seperti bacaan bocah kecil yang penting lewat dan
mendapatkan lembaran-lembaran yang banyak–tanpa mendiskreditkan jumlah
tentunya. Demikian pula pemahaman tanpa didasari oleh ikut sertanya hati
ketika membaca, belum memberi manfaat yang optimal kepada pembacanya.
Dan hanyalah hati yang bersih dari noda-noda maksiat dan kesombongan
yang dapat menyatu dengan ayat-ayat Allah. Jadi, unsur itu harus
menyatu.
Imam
Ibnu Katsir meriwayatkan sebuah kejadian yang terjadi pada diri Umar
bin Khattab. Pada suatu malam, Umar berjalan dengan mengendarai himarnya
menyusuri jalan-jalan kota Madinah. Dan sampailah ia di rumah seorang
penduduk yang sedang melakukan qiyamullail. Umar berhenti mendengarkan
bacaan orang tersebut, yang kebetulan membaca surat At-Thur. Ketika
orang tersebut sampai pada ayat ke-7 dan ke-8, mendadak terjadi sesuatu
pada Umar.
Badannya serasa tergodam keras. Ia lemas.
Ia mengatakan, “Demi Allah, sumpah itu terjadi.”
Lalu ia terpaku dalam diam. Sangat lama. Dan pulang.
Sampai
di rumah ia sakit sebulan, tak diketahui jelas apa penyakitnya.
Sementara itu Zubair bin Muth’im ketika mendengar surat yang sama dari
Tilawah Rasulullah SAW. ketika sholat Maghrib, beliau merasakan takut
yang luar biasa terhadap ancaman itu dan saat itulah ia masuk Islam.
Wallahua’lam.