Kelebihan & Kekurangannya ASUS ZenFone 2 Versi MetroTV News

Ketika meluncurkan ZenFone 2 di Indonesia pada 21 April lalu, ASUS terlihat sangat ingin menegaskan betapa cintanya mereka kepada pasar Indonesia. Acaranya megah, dihadiri ribuan jurnalis dan blogger dari berbagai provinsi, berlangsung dari pagi sampai malam, dan di panggung kemegahan mereka menampilkan sang CEO Jerry Shen. Ibarat hendak meminang seorang perawan, ASUS menunjukkan keseriusan dengan memboyong seluruh keluarga besarnya ke rumah sang gadis. Itu bukan hal yang aneh, sebab semua vendor juga sangat tergiur pada potensi pasar kita.

Jika sudah begitu, apakah ungkapan cinta melalui ZenFone 2 itu layak diterima konsumen Indonesia?

Andalah yang bisa menjawab, tetapi jika kita melihat respons orang di media sosial dan situs berita pada hari peluncuran ZenFone 2, konsumen tampak agresif ingin meminang ponsel ini, bahkan sebelum waktunya tiba. Hal itu, misalnya, tampak ketika ZenFone 2 menjadi trending topik di Twitter. Dan, berita mengenai ZenFone 2 menjadi terpopuler di nyaris semua situs umum, termasuk yang sedang Anda baca sekarang. Agar lebih jelas, lalu lintas ke kanal ini melonjak 1.300 persen karena berita mengenai ZenFone 2.

Untuk menguji keyakinan Anda untuk membeli atau tidak membeli ZenFone 2, mari kita bedah lebih jauh.

ASUS ZenFone 2 sebenarnya masuk kategori kelas menengah dari segi harga, namun spesifikasi jeroannya bisa dikatakan kelas atas. Saat pertama kali melihat bodi belakangnya, ia mengingatkan saya pada LG G3. Itu bukan dejavu karena ASUS tampaknya memang meniru desain LG.

Keduanya sama-sama menggunakan material plastik yang tak terlihat dan terasa murahan. Mereka menutup bodi plastik dengan aksen metal, sehingga terlihat bagus. ZenFone 2 juga menempatkan tombol volume di belakang, seperti G3.

Meskipun terlihat mirip, dengan ukuran layar yang sama-sama 5,5 inci, bodi ZenFone 2 lebih jangkung dibandingkan G3. Penyebabnya, alih-alih memilih tombol navigasi virtual, ASUS menyediakan tombol fisik di ZenFone 2 dan bezel-nya juga lebih tebal.

Satu kekurangan tombol fisik ZenFone 2 adalah ia tak dilengkapi lampu LED, sehingga tak akan terlihat saat gelap. Selama dua minggu menggunakan ponsel ini, saya tak pernah merasa ada masalah dengan ergonominya. Ia nyaman digenggam.

Saat penutup bagian belakangnya dibuka, Anda akan menemukan speaker, dua lubang kartu SIM, microSD dan baterai yang tak dapat dilepas. Saya senang mendengarkan musik dari ponsel sembari mengetik di laptop. Dibanding HTC One M8, kualitas suara yang disemburkan speaker ZenFone 2 masih kalah bagus.

Secara pribadi, saya juga lebih menyukai letak speaker di bagian depan atau bawah, seperti iPhone dan Samsung Galaxy S6, daripada di belakang. Sebab, Anda tak perlu meletakkan perangkat dalam posisi terbalik ketika ingin mendengarkan musik dari ponsel dengan volume yang memadai.
 

Resolusi layar ZenFone 2 yang menggunakan IPS LCD adalah sebesar Full HD 1080p, dengan kepadatan pixel 403 ppi. Kualitas gambar yang ditampilkannya sudah sangat jernih. Jika tak diperhatikan dengan sangat detail, saya tak pernah bisa membedakannya dengan layar beresolusi Quad HD LG G3.

Sudut pandang layar ZenFone 2 juga cukup bagus. Kita masih bisa melihat menu dengan jelas dari berbagai sisi. Beralih ke antarmuka, ZenFone 2 tak terlihat sangat berbeda dibanding seri ZenFone sebelumnya karena ia masih mempertahankan ZenUI. ZenUI cukup ringan karena minim animasi dan personalisasi.

Tapi kelebihan ini sekaligus juga bisa menjadi kelemahan. Banyak pengguna Android yang ingin tampilan ponsel mereka sangat personal, berbeda dengan milik orang lain. Masalahnya, ZenUI tak menyediakan banyak pilihan. Tema beranda, misalnya, masih kalah jauh dibandingkan MIUI.

Menurut kami, komunitas ASUS yang tak kalah besar dibanding MIUI harus diberi peran lebih besar dalam pengembangan produk mereka. Salah satu cara tercepat dan termudah adalah memungkinkan pengguna untuk menyediakan tema ZenUI, sehingga cita rasanya bisa sangat lokal.

Beralih ke software, menurut saya ASUS perlu belajar pada Samsung yang secara signifikan mengurangi jumlah aplikasi bawaaan (bloatware) di seri Galaxy S6 dan Galaxy S6 Edge. Jumlah bloatware di ZenFone 2 sangat berlebihan dan sebagian besar tak berguna. Selama dua minggu ini, saya hanya menggunakan sekitar 10 persen dari yang disediakan ASUS.

ASUS ZenFone 2 hadir dengan kamera belakang 13 MP, dual tone LED flash, dan aperture f/2.0. Seperti generasi pertama, perangkat ini masih diperkuat teknologi Pixelmaster untuk menghasilkan gambar yang lebih baik, termasuk dalam keadaan minim cahaya.

Aplikasi kameranya memiliki banyak fitur, termasuk manual, HDR, dan panorama. Sementara di bagian video, Anda bisa membuat video time-lapsed tanpa aplikasi tambahan.

Seperti kebanyakan kamera ponsel, performa kamera ZenFone 2 dalam keadaan minim cahaya tak sebanding dengan di luar ruangan. Dengan atau tanpa mode minim cahaya, hasilnya tetap saja tak memuaskan.

Sejak ZenFone generasi pertama, varian ZenFone lainnya sampai ZenFone 2, saya tak pernah puas pada hasil pengolahan Pixelmaster. Ia sangat berlebihan ketika mengolah warna, terutama warna kuning. Hasilnya, gambar yang dihasilkan kamera tampak jauh berbeda dengan aslinya. Anda bisa melihat contohnya di bawah ini, perhatikan warna kuning di belakang.

Meski demikian, ZenFone 2 tetap asyik digunakan untuk memotret di luar ruangan, termasuk bereksperimen dengan mode manual dan bermacam-macam fitur lainnya. Oh ya, kamera ZenFone 2 juga memiliki fitur untuk membuat GIF secara mudah. Di bagian video, ZenFone memungkinkan Anda untuk merekam dengan resolusi Full HD.

Beralih ke kamera depan, ZenFone 2 menyematkan kamera 5MP yang dilengkapi fitur untuk mengubah tampilan wajah Anda agar terlihat lebih cantik atau ganteng. Fitur ini memungkinkan Anda untuk mengubah rona wajah, memperhalus wajah, mengubah bentuk mata dan pipi.

Jika LG dan Samsung Galaxy S6 menambahkan Gesture Shot, ZenFone 2 hanya menyediakan timer untuk mengambil selfie. Mengingat tren selfie yang masih berlanjut sampai sekarang, ASUS perlu mempertimbangkan menambahkan Gesture Shot dan integrasi ZenFone selanjutnya dengan tongsis. Peluncuran ponsel pintar bersama aksesori semacam cover atau flash sudah biasa, jadi tongsis tentu pilihan yang menarik.
 

Dalam materi pemasaran, ASUS menjuluki ZenFone 2 dengan "Monster Inside". Plesetan dari jargon "Intel Inside" itu memang layak disematkan pada perangkat ini. Ia diperkuat prosesor terbaru Intel Atom Z23580 berkecepatan 2,33 GHz, GPU PowerVR G6430 dan RAM 4GB.

Penggunaan RAM 4GB sangat membantu karena kita tak perlu sering-sering membersihkan memory dari file sampah. Kita juga bisa membuka banyak aplikasi secara bersamaan. Namun, bukan berarti Anda perlu membersihkannya sama sekali karena ciri khas Android adalah RAM akan selalu penuh dengan file sampah yang perlu dibersihkan secara rutin.

Untungnya, cara membersihkannya cukup gampang, Anda cukup menyapu layar dari atas untuk mengakses pintasan menu lalu memncet lambang sapu. Kami sudah banyak membahas kehebatan performanya, untuk mengingatkan, Anda bisa melihatnya sendiri di bawah ini.



Sayangnya, performa itu juga berbanding lurus dengan kerakusannya terhadap daya baterai. Dalam pemakaian sehari-hari, baterai ZenFone 2 hanya mampu bertahan sekitar 5 sampai 6 jam saja. Untuk mendapatkan gambarn lebih presisi, kami mengujinya dengan PCMark, hasilnya baterai ZenFone 2 hanya mampu bertahan 5 jam 49 menit saja, jauh di bawah Xiaomi Redmi Note 9,1 jam dan Xperia Z3 Compact selama 8,4 jam.

Sebagai solusinya, ASUS menyediakan fitur Managemen Daya, di mana Anda bisa mengatur tingkat konsumsi baterai ZenFone 2 dengan tiga pilihan: Ultra-saving mode, Optimized mde, dan Customized mode. Secara pribadi, saya tak keberatan dengan daya baterai singkat itu karena ZenFone 2 sudah dilengkapi teknologi Quick Charge.

Dengan demikian, pengisian baterai juga bisa dilakukan dengan cepat. Baterai ZenFone 2 dapat terisi hingga 60 persen dalam waktu 39 menit.