Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ala Rosulillah wa ala alihi wa
sallam. Posting berikut adalah lanjutan dari posting sebelumnya. Semoga
bermanfaat. Mengapa Wanita Bukan Pemimpin? Alasan Pertama; Pemimpin
wanita pasti merugikan Abu Bakrah berkata,
لَمَّا بَلَغَ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَنَّ أَهْلَ
فَارِسَ قَدْ مَلَّكُوا عَلَيْهِمْ بِنْتَ كِسْرَى قَالَ « لَنْ يُفْلِحَ
قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمُ امْرَأَةً » Tatkala ada berita sampai kepada
Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bahwa bangsa Persia mengangkat putri
Kisro (gelar raja Persia dahulu) menjadi raja, beliau shallallahu
’alaihi wa sallam lantas bersabda, ” Suatu kaum itu tidak akan bahagia
apabila mereka menyerahkan kepemimpinan mereka kepada wanita”. (HR.
Bukhari no. 4425)
Dari hadits ini, para ulama bersepakat bahwa syarat al imam al a’zhom
(kepala negara atau presiden) haruslah laki-laki. (Lihat Adhwa’ul Bayan,
3/34, Asy Syamilah) Al Baghowiy mengatakan dalam Syarhus Sunnah (10/77)
pada Bab ”Terlarangnya Wanita Sebagai Pemimpin”:
”Para ulama sepakat bahwa wanita tidak boleh jadi pemimpin dan juga
hakim. Alasannya, karena pemimpin harus memimpin jihad. Begitu juga
seorang pemimpin negara haruslah menyelesaikan urusan kaum muslimin.
Seorang hakim haruslah bisa menyelesaikan sengketa. Sedangkan wanita
adalah aurat, tidak diperkenankan berhias (apabila keluar rumah). Wanita
itu lemah, tidak mampu menyelesaikan setiap urusan karena mereka kurang
(akal dan agamanya). Kepemimpinan dan masalah memutuskan suatu perkara
adalah tanggung jawab yang begitu urgent. Oleh karena itu yang
menyelesaikannya adalah orang yang tidak memiliki kekurangan (seperti
wanita) yaitu kaum pria-lah yang pantas menyelesaikannya.”
Alasan Kedua; Wanita kurang akal dan agama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِينٍ أَذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ
الْحَازِمِ مِنْ إِحْدَاكُنَّ Tidaklah aku pernah melihat orang yang
kurang akal dan agamanya sehingga dapat menggoyangkan laki-laki yang
teguh selain salah satu di antara kalian wahai wanita. (HR. Bukhari no.
304)
Apa yang dimaksud dengan kurang akal dan agamanya? Ada yang menanyakan
kepada Syaikh ’Abdul Aziz bin ’Abdillah bin Baz: Saya seringkali
mendengar hadits ”wanita itu kurang akal dan agamanya.” Dari hadits ini
sebagian pria akhirnya menganiaya para wanita. Oleh karena itu –wahai
Syaikh- kami memintamu untuk menerangkan makna hadits ini. Adapun makna
hadits Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam:
ما رأيت من ناقصات عقل ودين أغلب للب الرجل الحازم من إحداكن فقيل يا رسول
الله ما نقصان عقلها ؟ قال أليست شهادة المرأتين بشهادة رجل ؟ قيل يا رسول
الله ما نقصان دينها ؟ قال أليست إذا حاضت لم تصل ولم تصم ؟ Tidaklah aku
pernah melihat orang yang kurang akal dan agamanya sehingga dapat
menggoyangkan laki-laki yang teguh selain salah satu di antara kalian
wahai wanita.” Lalu ada yang menanyakan kepada Rasulullah, ”Wahai
Rasulullah, apa yang dimaksud kurang akalnya?” Beliau shallallahu
’alaihi wa sallam pun menjawab, ”Bukankah persaksian dua wanita sama
dengan satu pria?” Ada yang menanyakan lagi, ”Wahai Rasulullah, apa yang
dimaksud dengan kurang agamanya? ” Beliau shallallahu ’alaihi wa sallam
pun menjawab, ”Bukankah ketika seorang wanita mengalami haidh, dia
tidak dapat melaksanakan shalat dan tidak dapat berpuasa?” (HR. Bukhari
dan Muslim)
Jadi, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan kurang akalnya adalah dari sisi penjagaan dirinya dan persaksian
tidak bisa sendirian, harus bersama wanita lainnya. Inilah
kekurangannya, seringkali wanita itu lupa. Akhirnya dia pun sering
menambah-nambah dan mengurang-ngurangi dalam persaksiannya. Oleh karena
itu, Allah Ta’ala berfirman,
وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا
رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ
أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَى “Dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di
antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan
dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika
seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya.” (QS. Al Baqarah: 282)
Yang dimaksud dengan kurangnya agama adalah ketika wanita tersebut dalam
kondisi haidh dan nifas, dia pun meninggalkan shalat dan puasa, juga
dia tidak mengqodho shalatnya. Inilah yang dimaksud kurang agamanya.
(Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 4/292) Alasan Ketiga; Wanita ketika shalat
berjamaah menduduki shaf paling belakang Rasulullah shallallahu ’alaihi
wa sallam bersabda,
خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا
Sebaik-baik shof untuk laki-laki adalah
paling depan sedangkan paling jeleknya adalah paling belakang, dan
sebaik-baik shof untuk wanita adalah paling belakang sedangkan paling
jeleknya adalah paling depan. (HR. Muslim no. 440)
Alasan Keempat; Wanita tidak dapat menikahkan dirinya sendiri, tetapi harus dengan wali Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِىٍّ Tidak ada nikah kecuali dengan wali. (HR.
Abu Daud no. 2085, Tirmidzi no. 1101 dan Ibnu Majah no. 1880. Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih).
Alasan Kelima; Wanita menurut tabiatnya cenderung pada kerusakan Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا ، فَإِنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ ،
وَإِنَّ أَعْوَجَ شَىْءٍ فِى الضِّلَعِ أَعْلاَهُ ، فَإِنْ ذَهَبْتَ
تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ ، وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ
فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا Bersikaplah yang baik terhadap wanita
karena sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk. Bagian yang
paling bengkok dari tulang rusuk tersebut adalah bagian atasnya. Jika
engkau memaksa untuk meluruskan tulang rusuk tadi, maka dia akan patah.
Namun, jika kamu membiarkan wanita, ia akan selalu bengkok, maka
bersikaplah yang baik terhadap wanita. (HR. Bukhari no. 5184)
Alasan Keenam; Wanita mengalami haidh, hamil, melahirkan, dan menyusui Allah Taala berfirman,
وَاللَّائِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِنْ نِسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ
فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللَّائِي لَمْ يَحِضْنَ وَأُولَاتُ
الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ وَمَنْ يَتَّقِ
اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا Dan perempuan-perempuan yang
tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu
ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga
bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan
perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai
mereka melahirkan kandungannya. Dan barangsiapa yang bertakwa kepada
Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. (QS.
Ath Tholaq : 4)
Jika datang waktu seperti ini, maka di mana tanggung jawab wanita
sebagai pemimpin? Alasan Ketujuh; Wanita mudah putus asa dan tidak sabar
Kita telah menyaksikan pada saat kematian dan datangnya musibah,
seringnya para wanita melakukan perbuatan yang terlarang dan melampaui
batas seperti menampar pipi, memecah barang-barang, dan membanting
badan. Padahal seorang pemimpin haruslah memiliki sifat sabar dan tabah.
writing11 Di Mana Kepemimpinan Wanita? Wanita hanya diperbolehkan
menjadi pemimpin di rumahnya, itu pun di bawah pengawasan suaminya, atau
orang yang sederajat dengannya. Mereka memimpin dalam hal yang khusus
yaitu terutama memelihara diri, mendidik anak dan memelihara harta suami
yang ada di rumah. Tujuan dari ini semua adalah agar kebutuhan
perbaikan keluarga teratasi oleh wanita sedangkan perbaikan masyarakat
nantinya dilakukan oleh kaum laki-laki. Allah Taala berfirman,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ
الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآَتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ
أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا Dan hendaklah kamu tetap di
rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti
orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah
zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud
hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan
kamu sebersih-bersihnya. (QS. Al Ahzab: 33)
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
وَالْمَرْأَةُ فِى بَيْتِ زَوْجِهَا رَاعِيَةٌ وَهْىَ مَسْئُولَةٌ عَنْ
رَعِيَّتِهَا Dan wanita menjadi pemimpin di rumah suaminya, dia akan
dimintai pertanggungjawaban mengenai orang yang diurusnya. (HR. Bukhari
no. 2409)
Kita hendaknya menerima ketentuan Allah yang Maha Bijaksana ini.
Bukanlah Allah membendung hak asasi manusia, tetapi Dialah yang mengatur
makhluk-Nya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan kebahagiaannya
masing-masing.
Masih Ngotot Adanya Persamaan Gender Syaikh Bakar Abu Zaid berkata,
Masing-masing wajib mengimani dan menerima bahwa harus ada perbedaan
antara laki-laki dan wanita, baik dari segi lahir dan batin, menurut
tinjauan syariat Islam. Masing-masing harus ridho dengan taqdir Allah
dan syariat Islam. Perbedaan ini adalah semata-mata menuju keadilan,
dengan perbedaan ini kehidupan bermasyarakat menjadi teratur.
Tidak boleh masing-masing berharap memiliki kekhususan yang lain, sebab
akan mengundang kemarahan Allah, karena masing-masing tidak menerima
ketentuan Allah dan tidak ridho dengan hukum dan syariat-Nya. Seorang
hamba hendaknya memohon karunia kepada Rabbnya. Inilah adab syariat
Islam untuk menghilangkan kedengkian dan agar orang mukmin ridha dengan
pemberian Allah. Oleh karena itu, Allah berfirman di dalam surat An
Nisaa ayat 32 yang maksudnya adalah kita dilarang iri dengan kedudukan
orang lain.
Selanjutnya, jika hanya berharap ingin meraih sifat lain jenis dilarang
di dalam Al Quran, maka bagaimana apabila mengingkari syariat Islam yang
membedakan antara laki-laki dan wanita, menyeru manusia untuk
menghapusnya, dan menuntut supaya ada kesamaan antara laki-laki dan
wanita, yang sering disebut dengan istilah emansipasi wanita.
Tidak
diragukan lagi bahwa ini adalah teori sekuler, karena menentang taqdir
Allah …. (Hirosatul Fadhilah) Sadarlah! Inilah ketentuan di dalam
Islam.
Tentunya bila dilaksanakan, kebaikan dan kejayaan akan diraih kaum
muslimin sebagaimana yang pernah dialami para Rasul, para sahabatnya,
dan generasi sesudahnya. Tetapi jika peraturan ini dilanggar, jangan
berharap perdamaian di dunia apalagi kenikmatan di akhirat. Tetapi
lihatlah perzinaan dan fitnah wanita serta kehancuran aqidah, ibadah,
akhlaq, dan ekonomi yang ini tidak bisa kita tutupi lagi, belum lagi
besok di alam kubur, belum lagi di alam akhirat. Ya Allah, tunjukilah
kami (dengan izin-Mu) pada kebenaran dari apa-apa yang kami
perselisihkan di dalamnya. Sesungguhnya Engkaulah yang memberi petunjuk
kepada siapa yang Engkau kehendaki ke jalan yang lurus.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shalallahu
’ala nabiyyina Muhammad wa ’ala alihi wa shohbihi wa sallam. ****
Diselesaikan sore hari di Wisma MTI, 11 Rabi’ul Akhir 1430 H Yang selalu
mengharapkan ampunan dan rahmat Rabbnya Muhammad Abduh Tuasikal, ST
Baca Juga :