Seorang laki-laki datang menghadap Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu. Tampak gurat penyesalan di wajahnya.
“Wahai Ibnu Abbas, sesungguhnya aku telah mengajukan lamaran kepada
seorang wanita. Namun… pujaan hatiku itu tak mau menikah denganku.
Kemudian wanita itu dipinang oleh lelaki lain dan ia menerimanya. Itu
benar-benar membuatku cemburu dan aku pun membunuh wanita itu,”
Laki-laki itu berterus terang kepada Ibnu Abbas, “Apakah aku bisa
bertaubat?”
Setelah mendengar dengan seksama, Ibnu Abbas balik bertanya. “Apakah ibumu masih hidup?”
“Tidak… ibuku telah tiada”
“Bertaubatlah kepada Allah dan mendekatlah kepadaNya dengan semaksimal
mungkin,” jawab Ibnu Abbas. Cukup singkat, namun merangkum segala
kebaikan.
Laki-laki itu kemudian berpamitan pergi. Perasaannya sedikit lega. Ada
harapan taubat atas dosanya. Dan sungguh, Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penerima taubat.
Namun tak lama kemudian, laki-laki itu kembali lagi. “Mengaa engkau tadi
bertanya tentang ibuku?” Rupanya pertanyaan pertama Ibnu Abbas
mengganjal pikirannya.
“Sesungguhnya,” jawab Ibnu Abbas, “aku tidak mengetahui adanya suatu
amalan yang lebih mendekatkan diri kepada Allah dibandingkan berbakti
kepada ibu.”
***
Kisah yang diabadikan Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad ini
menunjukkan betapa Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu membuka pintu
taubat bagi hambaNya. Dia Maha Pengampun lagi Maha Penerima taubat.
Kisah ini juga menunjukkan betapa besar keutamaan berbakti kepada ibu.
Syaikh Mahmud Musthafa Sa’ad dan Dr Nashir Abu Amir Al Humaidi dalam Min Rawa’i Tarikhina memasukkan kisah ini dalam bab Berbakti kepada Kedua Orangtua.
Seandainya ibu dari laki-laki tersebut masih hidup, tentulah yang akan
dinasehatkan oleh Ibnu Abbas adalah, “bertaubatlah kepada Allah dan
berbaktilah kepada ibumu” sebagaimana jawaban Rasulullah ketika ditanya
seseorang yang telah melakukan dosa besar.
أَنَّ رَجُلاً أَتَى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ يَا رَسُولَ
اللَّهِ إِنِّى أَصَبْتُ ذَنْبًا عَظِيمًا فَهَلْ لِى مِنْ تَوْبَةٍ قَالَ
هَلْ لَكَ مِنْ أُمٍّ . قَالَ لاَ. قَالَ هَلْ لَكَ مِنْ خَالَةٍ . قَالَ
نَعَمْ. قَالَ فَبِرَّهَا
Seorang laki-laki mendatangi Nabi lalu berkata, “Sesungguhnya aku telah
melakukan satu dosa besar. Apakah aku masih bisa bertaubat?” Maka beliau
bersabda, “Apakah kamu masih memiliki ibu?” Laki-laki itu menjawab,
“Tidak” Beliau bertanya, “Apakah masih memiliki bibi (saudari ibu)?”
Laki-laki itu menjawab, “Ya.” Beliau pun bersabda: “Maka berbaktilah
kepadanya.” (HR. Tirmidzi)
Dalam hadits yang lain, Rasulullah memerintahkan salah seorang sahabat
yang ingin berperang agar berbakti kepada ibunya. Sebab surga berada di
bawah kaki ibu.
أَنَّ جَاهِمَةَ جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَدْتُ أَنْ أَغْزُوَ وَقَدْ جِئْتُ
أَسْتَشِيرُكَ فَقَالَ هَلْ لَكَ مِنْ أُمٍّ قَالَ نَعَمْ قَالَ
فَالْزَمْهَا فَإِنَّ الْجَنَّةَ تَحْتَ رِجْلَيْهَا
Bahwasanya Jahimah pernah datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam lalu berkata, “Ya Rasulullah, aku ingin berperang dan sungguh
aku meminta pendapatmu.” Maka beliau bersabda, “Apakah engkau punya
ibu?” Ia menjawab, “Ya.” Beliau bersabda, “Tetaplah bersamanya, karena
sesungguhnya surga ada di bawah kakinya.” (HR. An Nasa’i)
Masya Allah… demikian luar biasanya keutamaan berbakti kepada ibu. Dan
tak perlu bagi kita untuk menunggu melakukan dosa besar atau membunuh
seseorang untuk mendapatkan nasehat berbakti pada ibu. Sebab kita kini
telah mengetahuinya. [Muchlisin BK/Kisahikmah]